Modernis.co, Malang – Sebagai salah satu Ortom Muhammadiyah yang lahir 14 Maret 1964 silam, IMM sekarang sudah semakin tajam gigi taringnya dengan banyak-nya jumlah kader yang menempati posisi penting di internal Muhammadiyah hingga dalam skala Nasional dan Internasional.
Hal ini menandakan bahwasanya sifat kepemimpinan, rasa tanggung jawab yang diberikan, atau ruh yang sudah di transformasikan dari bapaknya Muhammadiyah sangat kental tertanam dalam jati diri dan ideologinya.
Gerakan dan upaya yang dilakukan IMM sendiri tidak terlepas dari tujuan Muhammadiyah. Bisa dikatakan bahwa IMM adalah anak kandung dari Muhammadiyah. Mewarisi apa yang ada di Muhammadiyah dalam berpraktek “Amal ma’ruf nahi mungkar”.ber- “Fasthabqhul khairat”.dan ber-“habluminallah wa habluminannas” sebagai strategi meluaskan, mengoperasionalisasikan serta aktualisasi dalam melebarkan nilai-nilai islam dan kemuhammadiyahan.
Dalam melebarkan sayap dakwah Muhammadiyah, IMM juga menyimpulkan tujuan-tujuan Muhammadiyah menjadi Tri Kompetensi dasar yang menjadi asas dan ranah garapannya yakni Religiulitas, Intelektualitas, dan Humanitas.
Tri Kompetensi dasar ini tentu tidak bisa kita maknai hanya sebatas kata belaka, melainkan ada kajian falsafah yang sangat mendalam dari dan untuk apa IMM didirikan. Nantinya berkaitan dengan dorongan dan cita-cita muhammadiyah, mencerminkan semangat perjuangan Muhammadiyah. Kepribadian Muhammadiyah harus menjadi kepribadian kader dan menjadi karakteristik perjuangan IMM. Lih:(Di mata kita, catatan reflektif Aktivis Muda Muhammadiyah oleh Muhammad Junen Ode.)
Religiulitas, gerakan ini ialah paham keagamaan yang sesuai dengan praktek dan pola/metode yang terdapat dalam muhammadiyah dari hasil ijtihad berupa tarjih dan tajdid yang di ajarkan terhadap setiap mahasiswa, Sehingga dalam bentuk praktek yang terkait dengan Religiulitas setiap mahasiswa mampu mengkorelasikan dengan apa yang sudah dipelajari di Muhammadiyah.
Intelektualitas, transformasi Ruh Muhammadiyah tentu tidak dapat dilakukan hanya dengan secara gerak atau prakteknya saja, tetapi juga berupa pemahaman yang mendalam terhadap falsafah keilmuan dan peningkatan pola berpikirnya, atau dikatakan muhammadiyah bukan hanya gerakan yang barbau Religius tetapi juga gerakan keilmuan yang komprehensif yang sesuai dengan selogannya gerakan pencerah.
Humanitas, setiap kader yang sudah mendalami ideologi muhammadiyah, terutama FAI. sudah teguh dalam bermuhammadiyah, paham bentul tentang bermuhammadiyah serta memiliki pengetahuan yang komprehensif (religius dan intelek) tentu tidak bisa berdiam diri dan menyabaikan secara frontal perkembangan kebudayaan tekhnologi atau isme-isme barat yang memanjakan sifat kebinatangan.
Melainkan harus mentransformasikan isme religius dan mengaktualisasikan pengetahuannya dengan gerakan nyata dan aksi organik terhadap masyarakat sosial agar terciptanya kesejahteraan yang singkronisasi dengan ajaran islam, baik dalam berpikir, bertindak dan bersosialisasi.
Ketiga asas itu tentu tidak bisa berjalan jika terpisah antara satu dengan lainnya, karena proses dan apa yang ditransferkan dari Muhammadiyah untuk mahasiswa atau IMM bukan hanya satu bagaian dari tiga hal tersebut, melainkan semuanya berkolaborasi dan erat koherensi-nya antara satu dengan yang lain.
Sebagaimana yang bersumber dari surat Al-Ma’un dan di contohkan KH. Ahmad Dahlan. Beliau sangat ta’at dalam beragama, berintelektualisme komprehensif, serta mengimplikasikannya dengan menyantuni yatim piatu dan fakir miskin kemudian dibalut dengan kata praktis.
Pepatah bijak juga menyatakan: Agama tanpa Ilmu seperti lentera ditangan bayi, dan Ilmu tanpa Agama seperti lentera di tangan pencuri, atau: akan celaka orang yang beragama tanpa ilmu, dan akan celaka pula orang yang berilmu tanpa beramal.
Dari sini bisa kita simpulkan bahwa lahan garapan dan gerakan IMM dengan Tri Kompetensi dasarnya yang koheren cukup komprehensif cakupannya dalam aspek kehidupan bernegara.
*Syarif R. F. (Mahasiswa UMM, Kader IMM Komisariat Tamaddun FAI)